Kesimpangsiuran boleh-tidaknya kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) difotokopi berulang kali, membikin peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meneliti ‘barang baru’ tersebut.
Hasilnya, e-KTP tidak masalah meskipun difotokopi berkali-kali. Temuan tersebut berbeda dengan pernyataan Mendagri Gamawan Fauzi yang menyatakan e-KTP jangan difotokopi lebih dari satu kali karena bisa merusak chip yang ada di dalam kartu indentitas tersebut.
“Suatu objek rusak karena fotokopi sangat kecil kemungkinannya,” kata peneliti bidang Electro-Magnetic Compatibility Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI, Aditia Nur Bakti, melalui situs lipi.go.id, Minggu (12/5).
Aditia mengatakan, saat menggunakan mesin fotokopi, objek diletakkan di atas kaca dan dilapisi penutup mesin. Sesaat setelah penutup melapisi objek, mesin melakukan scanning permukaan kaca dengan menggunakan cahaya, dan kemudian mencetak.
“Objek yang difotokopi hanya terpapar cahaya dan sebagian pengaruh emisi radiasi dari mesin fotokopi yang besarnya mungkin tidak signifikan. Objek yang difotokopi tersebut tidak terlalu terkena panas, karena yang panas biasanya hasil fotokopi,” ujar Aditia.
Diungkapkan dia, e-KTP terdiri atas tiga bagian, yakni atas, tengah, dan bawah. Bagian bawah sama dengan bagian atas yang dilapisi plastik. Sementara bagian tengah harus diperhatikan karena terdapat chip radio frequency identification (RFID) dan antena.
RFID menggunakan frekuensi radio medan elektromagnetik (EMC) untuk mentransfer data secara wireless, biasanya digunakan untuk mengidentifikasi suatu chip yang ditanam pada suatu objek, secara otomatis.
Chip RFID menyimpan berbagai informasi suatu objek secara elektronik, data-data ini kemudian dapat dibaca dengan menggunakan RFID reader yang sesuai.
“Jadi sebenarnya e-KTP difotokopi berkali-kali pun, secara teknis tidak ada masalah,” tegas Aditia.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga menilai Gamawan telah keliru memahami e-KTP. Dia mengatakan, seharusnya bukan e-KTP tidak boleh difotokopi tetapi tidak perlu difotokopi karena ada alat untuk membaca datanya.
“Sebenarnya maksudnya itu. Tidak perlu difotokopi lagi karena bacanya pakai card reader. Tinggal dicolokkin ke card reader. Kartu kredit saja boleh difotokopi,” tegas Ahok.
Terlepas itu, kesimpangsiuran informasi terkait e-KTP pascapernyataan Gamawan melalui surat edarannya, telah menimbulkan keresahan di masyarakat.
Karena itu, Komisi II DPR sebagai mitra kerja Kemendagri akan memanggil Gamawan untuk dimintai penjelasan.
“Seharusnya disosialisasikan sejak awal. Agar tidak terjadi spekulasi, simpang siur informasi dan prasangka. Kalau memang dimaksudkan untuk mengoptimalkan card reader, buka-bukaan saja alasannya,” ujar Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja.
Mengutip Surat Edaran Mendagri bernomor: 471.13/1826/SJ tertanggal 11 April 2013 disebutkan adanya larangan memotokopi dan perlunya pengadaan card reader. “Semua unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sudah harus memiliki card reader paling lambat akhir 2013, karena KTP nonelektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak berlaku lagi” demikian petikan surat edaran tersebut.
Saat dihubungi Dirjen Administarasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman mengatakan, larangan fotokopi bukan karena kualitas chip yang rendah. Namun lebih kepada memaksimalkan fungsi e-KTP.
“Agar unit dan lembaga terdorong mempunyai card reader sehingga bisa memberikan pelayanan prima ke masyarakat, Kemendagri menyiapkan dua card reader per kecamatan. Ada lagi dua unit per dinas terkait,” kata dia. (Bpost online)