06.16
0

Sebuah riset yang dilakukan Unilever Food Solutions untuk mengetahui tentang pemahaman dan perilaku masyarakat dalam memilih makanan yang menyehatkan di kalangan masyarakat Indonesia.

Hasil penelitian itu menemukan fakta, sebanyak 80 persen responden menyatakan cenderung memilih makanan menyehatkan. Sayangnya, ada 58 persen responden yang merasakan, pengorbanan untuk mendapatkan makanan sehat mereka harus mengeluarkan uang yang lebih banyak.



Temuan lain dari riset ini menyebutkan, makanan menyehatkan bagi 47 persen responden ternyata terbukti bukan jenis makanan yang menggugah selera dan 45 persen menilai makanan menyehatkan itu tidak mengenyangkan.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan para responden dalam memilih hidangan yang lebih sehat yaitu porsi yang cukup, lezat dan nikmat, nama makanan yang menarik dan mengundang selera, rendah kandungan lemak, proses memasak yang dipanggang dan lebih banyak sayuran.

Survei dilakukan sejak tahun 2001 terhadap 5000 responden dari 10 negara (Inggris, Jerman, Polandia, Rusia, AS, Brazil, Afrika Selatan, Turki, Indonesia dan China) yang dikemas dalam World Menu Report: `Seductive Nutrition.

Fakta lain dari riset Unilever ini adalah adanya temuan 52 persen konsumen yang mengaku ingin tetap memanjakan diri pada saat makan di luar rumah.

Emilia E. Achmadi MS, seorang clinical dietitian, food & nutrition expert mengungkapkan, tren masyarakat Indonesia yang saat ini lebih suka makan di luar rumah membuat mereka perlu mengetahui pentingnya belajar tahu tentang kebutuhan asupan gizi bagi tubuh mereka. Karena, kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda, tergantung dari jenis kelamin, usia, kapasitas aktivitas keseharian dan lain-lain.

"Makanan seimbang haruslah memiliki kandungan zat gizi yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, serta serat," tutur Emilia dalam sebuah acara di Jakarta, belum lama ini.

Dia menjelaskan, masyarakat perlu mengubah pola pikir dan menyadari bahwa `nutrition is not what I do, it is what I am', artinya, 'kebiasaan makan bukan hanya suatu aktivitas yang saya lakukan, melainkan jati diri saya.'

Ini merupakan sebuah pola pikir yang menyatu pada kebiasaan hidup sehari-hari dan bukan hanya semata-mata sebuah 'pekerjaan' yang dilakukan secara terpaksa.

Makanan yang mengandung gizi seimbang dan sehat tidak selalu harus mahal, tetapi makanan yang segar dan tersedia secara lokal, sehingga kandungan gizinya optimal. Untuk memperoleh makanan yang sehat, masyarakat harus dapat dan mau memilih alternatif dan mengontrol nafsu makan dengan baik.

Misalnya, ketika ingin makan nasi goreng, beras putihnya bisa diganti dengan beras merah yang lebih kaya serat. Memilih cara memasak dengan dipanggang daripada digoreng, memperbanyak jumlah sayuran, agar keseimbangan asupan gizi tercapai. (Tribun Jakarta)