Apabila kita menyebut kata nuklir saat ini, yang terbayang adalah kengerian. Mengingat beberapa negara menggunakannya untuk tujuan pertahanan diri, dan sebagian lain menjadikan alasan untuk memerangi negara yang memproduksi nuklir.
Suatu hal yang tidak mudah dan murah untuk meyakinkan publik bahwa nuklir bisa menciptakan kedamaian. Namun, sebagai negara pemasok nuklir terbesar di dunia, Rusia belum berhenti meyakinkan dunia, termasuk Indonesia, bahwa nuklir yang mereka gunakan dan tawarkan benar untuk tujuan damai.
Melihat Indonesia punya peluang baik mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Rusia, di bawah badan atom nasional, Rosatom, yang mengelola sekaligus memasarkan teknologi nuklir mereka, terus mendorong pengembangan nuklir.
Dalam jumpa pers seminar yang berjudul "Pengalaman Rusia di Bidang Penggunaan Energi Nuklir Damai" di Jakarta, Rabu (13/3), Kepala Departemen Infrastruktur Nuklir Rosatom Overseas, YN Busurin, menegaskan komitmen Rusia menggunakan nuklir untuk tujuan damai.
“Di dalam bidang pertahanan, semuanya sesuai dengan skala pemerintah. Kami mengurangi persenjataan sampai pada skala intergovernment, utilisasi, hingga materialnya. Kami tidak menyambut negara-negara yang memiliki persenjataan nuklir, tapi menyambut setiap negara yang ikut nonproliferasi. Ini prinsip dasar Rusia,” ujar Busurin sebgaimana dirilis Sinar Harapan.
Saat ini Rosatom menjadi pemasok energi nuklir serta penyedia teknologi nuklir untuk 40 negara di seluruh dunia termasuk Argentina, Australia, China, Bangladesh, Belanda, Brasil, India, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Prancis, Ukraina, Turki, serta Vietnam.
Yang menarik dari tawaran yang diberikan Rusia yaitu sejumlah solusi bertanggung jawab, seperti solusi masyarakat, yang tetap mengedepankan kenyamanan masyarakat, solusi energi, industri, berupa instalasi teknologi, personel, hingga solusi keuangan. Namun, jika Indonesia berencana menggunakan PLTN sebagai energi jangka panjang, Roastom menekankan personel harus menjadi perhatian khusus.
Dengan pengalaman di bidang nuklir lebih dari 60 tahun, Rusia memberikan perhatian khusus untuk mencetak ahli nuklir. Hal ini terlihat dari universitas nuklir yang telah ada di Negeri Beruang Merah itu sejak tahun 1942. Dengan jumlah mahasiswa lebih dari 38.000 orang, 1.000 di antaranya mahasiswa asing, Universitas Penelitian Nuklir Nasional di Obninsk, Rusia, terbukti mampu mencetak spesialis nuklir handal.
Direktur Proyek Pendidikan Rosatom, VV Karezin, menjelaskan bahwa mahasiswa dipersiapkan menjadi seorang spesialis dari jenjang sarjana yaitu selama hampir 13 tahun. Empat tahun untuk jenjang S1, 2 tahun untuk S2, dan 6,5 tahun untuk menjadi speasialis. Jika mahasiswa mulai berkuliah S1 pada umur 15 atau 16 tahun, maka di usia 30 tahun seorang ahli nuklir telah siap.
Pengalaman Rusia yang telah terbukti, menurut Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot Wisnubroto, adalah sesuatu yang dapat dipelajari Indonesia. Namun, dikatakannya, saat ini pemerintah Indonesia memang belum menetapkan kontrak apa pun dengan Rosatom.
Kerangka kerja sama antara Indonesia-Rusia, menurut Wisnubroto, masih berupa MoU yang ditandatangani Presiden SBY dan Vladimir Putin. Wisnubroto memaparkan solusi keuangan atau dari keuntungan ekonomi yang ditawarkan Rosatom, yang cukup menarik. Rosatom menawarkan sistem Build-Own-Operated (BOO), yaitu mengerjakan pembangunan pembangkit listrik hingga pengoperasian.
“Rosatom menawarkan BOO seperti digunakan Turki. Pemerintah Turki tidak mengeluarkan apa pun karena semua dikerjakan Rosatom. Rusia hanya menarik uang dari harga listrik, kemudian setelah sekian tahun, diserahkan penuh kepada pemerintah Turki. Jika Indonesia keberatan mengeluarkan uang, BOO mungkin dapat menjadi alternatif,” katanya.
Wisnubroto menekankan, jika pemerintah mengembangkan nuklir, tidak akan menjadi saingan pembangkit listrik tenaga batu bara atau matahari. "Karena, pemerintah pasti punya prioritas daerah yang dapat dibangun pembangkit nuklir, yang mana untuk batu bara. Tidak di semua tempat dikembangkan nuklir. Tempat yang baik untuk nuklir ada di Bangka, utara jawa, dan seluruh wilayah Kalimantan, dengan potensi gempa bumi kecil,” jelasnya.
Apakah Indonesia akan menjatuhkan pilihan pada Rusia, di tengah banyaknya tawaran pengembangan energi nuklir oleh negara lain, semuanya bergantung pada keputusan pemerintah. (Sinar Harapan)