Hadits berikut ini berkisah tentang keyakinan yang kuat, kesabaran. Kisah seorang anak yang imannya benar hanya kepada Allah SWT tempat berharap, memohon dan meminta. Dengan pengorbanan anak yang rela mati untuk memperjuangkan imannya, menjadi asbab hidayah bagi seluruh negeri. Dari Shuhaib r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Dahulu ada seorang
raja dari golongan umat yang sebelum engkau semua, ia mempunyai seorang ahli
sihir. Setelah penyihir itu tua, ia berkata kepada raja: "Sesungguhnya saya ini
telah tua, maka itu kirimkanlah padaku seorang anak yang akan saya beri
pelajaran ilmu sihir."
Kemudian raja itu mengirimkan padanya seorang anak untuk
diajarinya. Anak ini di tengah perjalanannya bertemu seorang rahib -pendeta
Nasrani yang- berjalan di situ, iapun duduklah padanya dan mendengarkan
ucapan-ucapannya. Apabila ia telah datang di tempat penyihir -yakni dari
pelajarannya, iapun melalui tempat rahib tadi dan terus duduk di situ- untuk
mendengarkan ajaran-ajaran Tuhan yang disampaikan olehnya. Selanjutnya apabila
datang di tempat penyihir, iapun dipukul olehnya -karena kelambatan datangnya.
Hal yang sedemikian itu diadukan oleh anak itu kepada rahib, lalu rahib berkata:
"Jikalau engkau takut pada penyihir itu, katakanlah bahwa engkau ditahan oleh
keluargamu dan jikalau engkau takut pada keluargamu, maka katakanlah bahwa
engkau ditahan oleh penyihir."
Pada suatu ketika di waktu ia dalam keadaan yang
sedemikian itu, lalu tibalah ia di suatu tempat dan di situ ada seekor binatang
yang besar dan menghalang-halangi orang banyak -untuk berlalu di jalanan itu.
Anak itu lalu berkata: "Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu
yang lebih baik ataukah pendeta itu yang lebih baik?" Iapun lalu mengambil
sebuah batu kemudian berkata: "Ya Allah, apabila perkara pendeta itu lebih
dicintai di sisiMu daripada perkara penyihir, maka bunuhlah binatang ini
sehingga orang-orang banyak dapat berlalu." Selanjutnya binatang itu dilemparnya
dengan batu tadi, kemudian dibunuhnya dan orang-orang pun berlalulah.
Ia lalu
mendatangi rahib dan memberitahukan hal tersebut. Rahib itupun berkata: "Hai
anakku, engkau sekarang adalah lebih mulia daripadaku sendiri. Keadaanmu sudah
sampai di suatu tingkat yang saya sendiri dapat memakluminya. Sesungguhnya
engkau akan terkena cobaan, maka jikalau engkau terkena cobaan itu, janganlah
menunjuk kepadaku."
Anak itu lalu dapat menyembuhkan orang buta dan berpenyakit
lepra serta dapat mengobati orang banyak dari segala macam penyakit. Hal itu
didengar oleh kawan seduduk -yakni sahabat karib- raja yang telah menjadi buta.
Ia datang pada anak itu dengan membawa beberapa hadiah yang banyak jumlahnya,
kemudian berkata: "Apa saja yang ada di sisimu ini adalah menjadi milikmu,
apabila engkau dapat menyembuhkan aku." Anak itu berkata: "Sesungguhnya saya
tidak dapat menyembuhkan siapapun, sesungguhnya Allah Ta'ala yang dapat
menyembuhkannya. Maka jikalau Tuan suka beriman kepada Allah Ta'ala, saya akan
berdoa kepada Allah, semoga Dia suka menyembuhkan Tuan. Kawan raja itu lalu
beriman kepada Allah Ta'ala, kemudian Allah menyembuhkannya. Ia lalu mendatangi
raja terus duduk di dekatnya sebagaimana duduknya yang sudah-sudah.
Raja
kemudian bertanya: "Siapakah yang mengembalikan penglihatanmu itu?" Maksudnya:
Siapakah yang menyembuhkan butamu itu? Kawannya itu menjawab: "Tuhanku." Raja
bertanya: "Adakah engkau mempunyai Tuhan lain lagi selain dari diriku?" Ia
menjawab: "Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah." Kawannya itu lalu ditindak
-dihukum- oleh raja tadi dan terus-menerus diberikan siksaan padanya, sehingga
kawannya itu menunjuk kepada anak yang menyebabkan kesembuhannya.
Anak itupun
didatangkan. Raja berkata padanya: "Hai anakku, kiranya sihirmu sudah sampai ke
tingkat dapat menyembuhkan orang buta dan yang berpenyakit lepra dan engkau
dapat melakukan ini dan dapat pula melakukan itu." Anak itu berkata:
"Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan seorangpun, sesungguhnya Allah
Ta'ala jualah yang menyembuhkannya."
Anak itupun ditindaknya, dan terus-menerus
diberikan siksaan padanya, sehingga ia menunjuk kepada pendeta. Pendetapun
didatangkan, kemudian kepadanya dikatakan: "Kembalilah dari agamamu!" Maksudnya
supaya meninggalkan agama Nasrani dan beralih menyembah raja dan patung-patung.
Pendeta itu enggan mengikuti perintahnya. Raja meminta supaya diberi gergaji,
kemudian diletakkanlah gergaji itu di tengah kepalanya. Kepala itu dibelahnya
sehingga jatuhlah kedua belahan kepala tersebut.
Selanjutnya didatangkan pula
kawan seduduk raja dahulu itu, lalu kepadanya dikatakan: "Kembalilah dari
agamamu itu!" Iapun enggan menuruti perintahnya. Kemudian diletakkan pulalah
gergaji itu di tengah kepalanya lalu dibelahnya, sehingga jatuhlah kedua
belahannya itu.
Seterusnya didatangkan pulalah anak itu. Kepadanya dikatakan:
"Kembalilah dari agamamu." Iapun menolak ajakannya. Kemudian anak itu diberikan
kepada sekelompok sahabatnya lalu berkata: "Pergilah membawa anak ini ke gunung
ini atau itu, naiklah dengannya ke gunung itu. Jikalau engkau semua telah sampai
di puncaknya, maka apabila anak ini kembali dari agamanya, bolehlah engkau
lepaskan, tetapi jika tidak, maka lemparkanlah ia dari atas gunung itu."
Sahabat-sahabatnya itu pergi membawanya, kemudian menaiki gunung, lalu anak itu
berkata: "Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan kehendakMu."
Kemudian gunung itupun bergerak keras dan orang-orang itu jatuhlah semuanya.
Anak itu lalu berjalan menuju ke tempat raja. Raja berkata: "Apa yang dilakukan
oleh kawan-kawanmu?" Ia menjawab: "Allah Ta'ala telah melepaskan aku dari
tindakan mereka.
Anak tersebut terus diberikan kepada sekelompok
sahabat-sahabatnya yang lain lagi dan berkata: "Pergilah dengan membawa anak ini
dalam sebuah tongkang (kapal/perahu) dan berlayarlah sampai di tengah lautan.
Jikalau ia kembali dari agamanya -maka lepaskanlah ia, tetapi jika tidak, maka
lemparkanlah ke lautan itu." Orang-orang bersama-sama pergi membawanya, lalu
anak itu berkata: "Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan
kehendakMu." Tiba-tiba tongkang itu terbalik, maka tenggelamlah semuanya. Anak
itu sekali lagi berjalan ke tempat raja. Rajapun berkatalah: "Apakah yang
dikerjakan oleh kawan-kawanmu?" Ia menjawab: "Allah Ta'ala telah melepaskan aku
dari tindakan mereka."
Selanjutnya ia berkata pula pada raja: "Tuan tidak dapat
membunuh saya, sehingga Tuan suka melakukan apa yang kuperintahkan." Raja
bertanya: "Apakah itu?" Ia menjawab: "Tuan kumpulkan semua orang di lapangan
menjadi satu dan Tuan salibkan saya di batang pohon, kemudian ambillah sebatang
anak panah dari tempat panahku ini, lalu letakkanlah anak panah itu pada
busurnya, lalu ucapkanlah: "Dengan nama Allah, Tuhan anak ini," terus
lemparkanlah anak panah itu. Sesungguhnya apabila Tuan mengerjakan semua itu,
tentu Tuan dapat membunuhku."
Raja mengumpulkan semua orang di suatu padang
luas. Anak itu disalibkan pada sebatang pohon, kemudian mengambil sebuah anak
panah dari tempat panahnya, lalu meletakkan anak panah di busur, terus
mengucapkan: "Dengan nama Allah, Tuhan anak ini." Anak panah dilemparkan dan
jatuhlah anak panah itu pada pelipis anak tersebut. Anak itu meletakkan
tangannya di pelipisnya, kemudian meninggal dunia. Orang-orang yang berkumpul
itu sama berkata: "Kita semua beriman kepada Tuhannya anak ini."
Raja didatangi
dan kepadanya dikatakan: "Adakah Tuan mengetahui apa yang selama ini Tuan
takutkan? Benar-benar, demi Allah, apa yang Tuan takutkan itu telah tiba -yakni
tentang keimanan seluruh rakyatnya. Orang-orang semuanya telah beriman." Raja
memerintahkan supaya orang-orang itu digiring di celah-celah bumi -yang
bertebing dua kanan-kiri- yaitu di pintu lorong jalan. Celah-celah itu
dibelahkan dan dinyalakan api di situ, Ia berkata: "Barangsiapa yang tidak
kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam celah-celah itu," atau
dikatakan: "Supaya melemparkan dirinya sendiri ke dalamnya." Orang banyak
melakukan yang sedemikian itu -sebab tidak ingin kembali menjadi kafir dan
musyrik lagi, sehingga ada seorang wanita yang datang dengan membawa bayinya.
Wanita ini agaknya ketakutan hendak menceburkan diri ke dalamnya. Bayinya itu
lalu berkata: "Hai ibunda, bersabarlah, karena sesungguhnya ibu adalah menetapi
atas kebenaran." (Riwayat Muslim).