Assalamu'alaikum wr. wb
Pak ustadz, saya seorang suami yang sudah menikah selama 5 th. Alhamdulillah sudah di karuniai 2 anak. Ada cerita yang sebenarnya pribadi, tapi sangat mengganggu. Hal ini sebenarnya sudah lama terjadi. Saya memberanikan diri bertanya kepada Ustadz, karena harus jelas masalahnya. Begini pak Ustadz, ketika istri sedang masa menyusui pernah kami melakukan hubungan suami istri dan ketika sedang berhubungan itu tanpa sengaja ASI istri tertelan oleh saya.
Dikarenakan kurang pahamnya saya tentang hal tersebut maka kejadian itu saya anggap hal yang biasa.
Tetapi kemarin, saya mendengar ceramah yang menyebutkan bahwa ASI istri adalah haram, karena mengakibatkan mahram. Wah saya jadi bingung bin takut mendengarnya. Bagaimana konsekuensi hukumnya mengingat dalam tradisi Islam dan hadits Rasul saw, ada sepasang kekasih yang hendak menikah, tapi dibatalkan karena terbukti memiliki ikatan saudara sepersusuan. Apakah hal ini juga berlaku bagi suami yang mengalir dalam darahnya, ASI istrinya. Mohon penjelasan. Jazaakal-Laahu ahsanul jazaa atas bantuannya.
Pertanyaannya:
1. Benarkah ASI istri kita haram hukumnya, karena bisa merubah status akibat sesusuan?
2. Bagaimana dengan status pernikahan setelah kejadian tersebut karena belum tahu hukum tentang ASI?
3 Bagaimana status saya dan anak-anak
Terima kasih untuk jawaban ustadz, wasalam.
Yudi, Tambun-Bekasi
Jawaban:
Para Ulama sepakat bahwa bayi yang meminum ASI seorang perempuan yang bukan ibunya maka perempuan ini menjadi mahram bagi sang bayi. Ia tidak boleh menikahinya dan juga tidak boleh menikah dengan anak perempuannya. Allah Berfirman: “Diharamkan atas kamu (mengawini)........ ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;...” . (QS an Nisa [4]:23)
Namun mereka berbeda pendapat dalam hal-hal yang lebih rinci dari masalah ini. Di antara hal yang diperselisihkan adalah:
Kadar ASI yang diminum, apakah ASI yang diminum ada batasan kadar minimalnya atau tidak?
Umur al-murdhi’, Apakah ada batasan umur minimal bagi anak yang menyusu atau tidak?
Apakah Terminumnya ASI oleh Suami Menjadikan Istri Mahram dan Harus Cerai?
Apabila ada batasan kadar minimal ASI yang diminum dan ada batasan minimal umur bagi yang menyusu maka terminumnya susu istri tidak menjadikan sang istri mahram dan tidak harus dicerai. Sebaliknya apabila tidak ada batasan kadar minimal ASI yang diminum dan tidak ada batasan minimal umur maka sang istri menjadi mahram dan harus bercerai.
untuk menjawab masalah ini kita lihat pendapat ulama fiqih
Batas minimal ASI yang diminum
Imam Abu Hanifah, Imam Maliik dan Imam Ahmad (dalam satu riwayat) berpendapat tidak ada batas minimal ASI yang diminum. Haram menikahi terjadi dengan sebab meminum ASI baik sedikit atau banyak, bahkan setetes ASI.
Imam Syafi’i dan Imam Ahmad (riwayat yang lebih benar) berpendapat bahwa batas minimal ASI yang diminum adalah 5 kali menyusui. Dihitung satu kali menyusui apabila bayi menyusu sampai kenyang. .
Pendapat pertama tidak kuat, karena bertentangan dengan hadits yang secara tegas mengatakan “Satu atau dua isapan tidak menyebabkan haram” (HR Muslim). Juga bertentangan dengan hadits:”menyusu (yang menjadi sebab haram) adalah yang masuk kedalam lambung (seperti makanan)”
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat Imam Syafi’i. Pendapat ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Sayyidah Aisyah ra. bahwa menyusui yang menyebabkan haram adalam lima kali menyusui.
Pendapat ini diperkuat oleh ayat yang menyebutkan “...ibu-ibumu yang menyusui kamu...”. Dalam ayat ini ada dua hal yang menyebabkan haram pernikahan. Pertama hal keibuan. Kedua hal menyusui. Hal yang berkenaan dengan keibuan (Umumah) tidak tercapai kecuali dengan lima kali menyusui atau lebih. Sekali atau dua kali isap tidak mengandung makna keibuan.
Batas Minimal Umur al-murdhi’
Ayat Al-Quran menyatakan bahwa disana ada batas minimal umur al-murdhi. Batas tersebut adalah dua tahun hijriyah. Allah Berfirman: “Diharamkan atas kamu (mengawini)........ ibu-ibumu yang menyusui kamu”. (QS. An-Nisa [4]: 23) Tidak akan disebut ibu kecuali kalau yang menyusu masih kecil. Batasan kecil disini adalah dua tahun hijrah. Allah berfirman: ”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan (QS al Baqarah [2]: 233).
Begitu pula Hadits Rasulullah saw menyatakan hal yang serupa. Antara lain hadits: ”tidak disebut menyusui kecuali sebelum umur dua tahun’ (HR. Ad-Daar Quthny). Hadits lain: ”tidak (disebut) menyusui (kalau terjadi) setelah disapih.”
Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa seorang suami bepergian bersama istrinya. Diperjalanan sang istri melahirkan. Namun bayi yang baru lahir tersebut tidak bisa menghisap ASI ibunya. Sang suami bersegera mengisap susu istrinya dan diberikan kepada bayi. Ketika mengisap ia merasakan rasa susu terebut. Kemudian ia menceritakan hal tersebut kepada Abu Musa Al-Asyari. Abu Musa Berkata : ”Istrimu haram bagimu”. Kemudia suami tersebut datang ke Ibnu Masud. Beliau berkata kepada abu Musa: ”Engkau yang berfatwa seperti ini?” Rasulullah bersabda: ”Tidak disebut menyusui kecuali yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging.”(HR Baihaqi dalam Buku As-Sunan Al-Kubro)
Namun disana ada hadits yang bertentangan dengan ayat dan hadis di atas. Yaitu hadis yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah ra bahwa Sahlah binti Suhail datang kepada Rasulullah saw dan berkata: “Wahai Rasulullah Saya melihat sesuatu di wajah Abu huzaifah (suami dari Sahlah Binti Suhail) disebabkan masuknya Salim ( Salim sejak kecil hidup bersama Abu Huzaifah). Rasulullah menjawab: ”kamu susui saja dia!” Sahlah menjawab: ”Bagaimana saya susui sedangkan dia sudah besar?” Rasulullah tersenyum dan berkata:”Saya tahu bahwa dia sudah besar.” Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim. Juga Hadits yang mempunyai makna yang sama diriwayatkan oleh imam Bukhori. Derajat hadis ini shahih.
Para Ulama mengambil jalan tengah dalam memahami hadis ini dengan menggabungkan dua makna dari hadis yang bertentangan (al-jam’u). Hadits tentang Sahlah binti Suhail ini difahami sebagai pengkhusussan bagi Salim saja. Tidak bisa digeneralisasi. Hal ini deperkuat dengan sikap istri-istri Rasulullah (kecuali Aisyah) yang menolak untuk merubah status hukum orang-orang yang mereka butuhkan dengan cara menyusui.
Ibnu Taimiyah menggabungkan hadits-hadits ini dan berpendapat bahwa menyusui yang dapat menjadikan seseorang mahram adalah menyusui diwaktu kecil. Kecuali apabila ada kebutuhan dan darurat seperti halnya Salim dan keluarga Abu Huzaifah. Dalam situasi seperti ini menyusui orang yang sudah baligh atau dewasa dapat menjadikannya mahram.
Terminumnya ASI Oleh Suami Tidak Menmbuatnya menjadi Mahram
Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terminumnya ASI Istri tidak menjadikan Istri mahram. Pernikahan tetap sah. Dan Anak-anak tidak menjadi saudara sesusuan. Wallahu ‘Alam
Pengasuh: DR H M Taufik Q Hulaimi MA Med, Direktur Ma’had Aly an-Nuaimy Jakarta (Mencetak Kader Dai Nasional). Alamat: JlSeha II No I Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12220. Tlp 021-7251334