Berikut merupakan kisah inspiratif tentang kejujuran orang zaman dulu, kisah kejujuran dalam perdagangan dan jual beli yang patut kita teladani. Kisah ini sebelumnya juga pernah saya dengar saat bayan Ustadz Luthfi Yusuf di depan Jamaah satu masjid. Semoga dapat kita amalkan:
Tersebutlah dalam kisah, bahwa telah terjadi persengketaan di antara dua orang rakyat. Itu semua bermula dari seseorang yang telah membeli rumah beserta tanahnya dari seseorang yang lain.
Pada suatu hari sang pembeli ingin menambah satu bangunan lagi dan harus menggali tanah sebagai tancapan pondasi. Ketika penggalian inilah ditemukan periuk tembikar dan ketika dibuka ternyata berisi berbagai perhiasan emas yang tiada ternilai harganya.
Si pembeli itu akhirnya kebingungan, sebab ketika transaksi jual beli itu dilakukan, pembelian hanya dimaksudkan untuk transaksi rumah dan tanah, dan tidak termasuk barang temuan perhiasan emas itu.
Beberapa hari kemudian, ia segera pergi ke rumah si penjual dan mengatakan sejujur-jujurnya. Diluar dugaan kita zaman sekarang, ternyata si penjual tidak kalah jujur pula.
Si Penjual berkata: "Yang aku jual itu rumah dan pekarangannya sekaligus. Adapun mengenai simpanan emas yang terpendam itu aku tidak tahu-menahu. Dengan demikian barang-barang itu menjadi milikmu secara sah."
"Tidak, kau harus mengambilnya sekarang juga, sebab barang-barang itu tidak termasuk dalam transaksi jual-beli," kata si pembeli menanggapi.
Akhirnya keduanya malah berdebat sengit dengan tidak ada pihak yang mau mengalah. Sehingga mereka meminta keputusan hukum seadil-adilnya dengan menghadap Kisra. Mereka lantas menuju ke istana kerajaan yang terkenal dengan sebutan Iwan itu, lantas menuturkan kasus perdatanya secara rinci.
Sang Kisra berusaha menjadi hakim yang baik. Setelah dipikirkan masak-masak, Kisra lantas bertanya pada si pembeli, "Adakah Bapak-bapak mempunyai anak?"
"Oh, saya mempunyai banyak anak, namun seluruhnya telah berkeluarga, tinggal anak lelaki sulung saja yang masih bersama orang tuanya," jawab si pembeli.
"Masih kecil atau sudah besar?" tanya Kisra lagi.
"Sudah dewasa Baginda," sahut pembeli.
Selanjutnya Kisra mengalihkan pertanyaannya pada si penjual, "Apakah Bapak juga mempunyai anak?"
"Betul Baginda, anak saya juga banyak," jawab si penjual
"Berapa yang laki-laki dan berapa pula yang perempuan?" tanya baginda lagi.
"Oh, anak saya masih kecil-kecil Baginda, hanya saja yang pertama telah dewasa," kata penjual lagi.
"Laki-laki atau perempuan?" tanya baginda lagi.
"Perempuan Baginda!" jawab si penjual
"Kalian saya perintah dengan segera untuk mengawinkan anak-anak kalian itu. Wahai pembeli, anak lelakimu itu kawinkan sekarang juga dengan anak wanita si penjual ini dan harta temuan itu berikan pada anak kalian agar dapat menjadi bekal dalam mengarungi hidup barunya".
Keduanya pun terbengong-bengong. Tapi akhirnya merasa puas dengan kebijakan rajanya. Segera saja keduanya dikawinkan dengan bermodal harta temuan yang tidak ternilai itu.
Maka terkenallah Kisra sebagai raja yang sangat adil dan bijaksana. Bahkan keadilan Kisra terbukti pula ketika menghadapi kasus yang lain.
Pada suatu hari baginda mengutus seorang petugas untuk menarik pajak tahunan ke seluruh rakyat di dalam wilayah kerajaan. Namun, si petugas itu menarik dengan melebihi target yang telah disepakati. Maka baginda menyuruh dengan segera untuk mengembalikan seluruh kelebihan itu dan si petugas tadi segera mendapat hukuman yang setimpal.
Ketika itu Kisra berfalsafah,
"Setiap raja yang memeras keringat rakyatnya dengan semena-mena, dia tidak akan bisa bertahan lebih lama. Malah berkah bumi pertiwinya akan segera lenyap dan berganti huru-hara yang ujung-ujungnya raja itu sendiri akan terdongkel dari singgasananya," itulah komitmen Kisra.
Dia mengatakan pula, "Kekuatan raja terletak pada kerajaannya itu sendiri, sedangkan kekuatan kerajaan akan sangat bergantung pada tentaranya. Dan kekuatan tentaranya, tergantung pada kekayaan negara. Sedang kekayaan negara tergantung pada pembangunannya. Dan pembangunan suatu negara terletak pada keadilan terhadap rakyatnya."
Sumber: Buku Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam