09.48
0

Penerapan pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia dinilai masih gagal membentuk bangsa yang bermartabat dan berwibawa. 


Meningkatnya Kekerasan Seksual Bukti Gagalnya Pendidikan Karakter


Maraknya berbagai fenomena kasus kekerasan seksual terhadap anak usia sekolah dan maraknya kenakalan remaja menjadi indikator gagalnya pendidikan karakter tersebut.

“Menurut saya saat ini di Indonesia sudah dalam kondisi “Darurat Moral Baik” . Pemerintah harus segera melakukan evaluasi yang komperhensif terkait pelaksanaan pendidikan karakter atau muatan moral yang mengejawantahkan sistem pendidikan nasional kita,” kata anggota Komisi X, Herlini Amran di Komplek DPR, Selasa (5/3).

Komisi Nasional Perlindungan Anak melansir kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di sekolah, persentasenya nomor dua setelah kekerasan seksual terhadap anak di rumah. Berdasarkan data kasus aduan kekerasan terhadap anak selama 2012, dari 2.637 aduan yang masuk, sekitar 60 persennya merupakan kasus kekerasan seksual.

“Saya kira penguatan moral anak bangsa adalah tujuan pendidikan nasional yang hakiki. Jika tawuran pelajaran masih marak, kekerasan seksual di kalangan siswa terus meningkat, saya kira pemerintah belum berhasil menyelenggarakan pendidikan nasional”, tegas Herlini.

Menurut legislator perempuan dari PKS ini, evaluasi pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah sangat berguna untuk memastikan persiapan implementasi pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 nanti.

Mencakup anggaran dan strategi pembelajaran terkait penguatan moral siswa, pelaksanaan pendidikan karakter juga haruslah berbasis keteladanan guru dan melibatkan peran orang tua siswa. 

“Karena tahun 2012 saja, anggaran terkait program pendidikan karakter mencapai Rp100 miliar lebih” ujarnya.

Dikatakan, output kurikulum 2013 adalah mencetak siswa yang berkarakter. Perlu diketahui, anggaran Kurikulum 2013 yang mencapai Rp 2,49 triliun, untuk anggaran pelatihan guru sebesar Rp 1,09 triliun yang diperuntukkan 700 ribu lebih guru, kepala sekolah, dan pengawas, dengan waktu pelatihan 3-5 hari pertemuan.

Herlini mengatakan bahwa anggaran sebesar itu untuk pelatihan guru tersebut harus memiliki output yang jelas dan kemendikbud harus berani menjamin pascadiklat, guru harus memiliki integritas moral yang baik di sekolah. (JPNN)