13.05
0

Dalam cerita rakyat Jepang dikisahkan di suatu desa terpencil ada sebuah rumah yang disebut Rumah Seribu Cermin. Penyebutan ini tidak lain karena banyaknya cermin-cermin yang ditempel di dinding rumah tersebut. 


Mengambil Pelajaran dari Rumah Seribu Cermin


Pada suatu hari ada anak kecil desa sebelah yang periang berkunjung ke rumah tersebut. Dengan riangnya dia tersenyum kesana kemari, bernyanyi dan tertawa. Betapa gembiranya dia ketika memasuki rumah tersebut dia disambut dengan senyuman dan tertawanya ribuan anak-anak di cermin – yang sebenarnya adalah dirinya sendiri. Dalam hatinya dia berkata, “wow, ini tempat yang sangat indah, saya akan sering-sering berkunjung kesini…”.

Di hari yang lain, dari desa yang lain, ada anak kecil pemarah – yang bisa marah karena alasan apa saja – bahkan untuk alasan yang sepele sekalipun. Maka ketika anak kecil pemarah ini berkunjung ke Rumah Seribu Cermin – tanpa alasan yang jelas – dia lagi-lagi dalam kondisi marah. 

Dia memasuki rumah dengan wajah geram, maka betapa tambah geramnya dia ketika dia mendapati ribuan wajah geram lainnya di dalam rumah – yang sebenarnya juga wajah dia sendiri !. Dalam hatinya dia berkata, “hah, mengerikan sekali tempat ini, saya tidak akan mau lagi datang ke sini…”.

Setiap hari kita bertemu dengan ribuan wajah-wajah, di rumah, di jalan, di kantor dan bahkan juga di pasar-pasar. Seperti apa wajah-wajah yang kita lihat ?, itulah cermin dari wajah kita sendiri. 

Kita sejatinya seperti di dalam ‘Rumah Seribu Cermin’ tadi, bila kita tersenyum – ribuan wajah yang lain akan tersenyum balik pada kita. Bila kita tunjukkan wajah bermusuhan, maka ribuan wajah lain ikut memusuhi kita.

Itulah mengapa salah satu cabang iman dari 70-an lebih cabang Iman adalah meninggalkan sikap permusuhan. Orang beriman tidak menunjukkan wajah permusuhannya pada saudaranya, kalau toh harus menasihati – dia menasihatinya dengan cara yang ihsan – bukan permusuhan. Bahkan dalam hadits Muslim, 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Barang siapa yang bersikap permusuhan, dia telah memisahkan diri dariku”.

Kita lihat sehari-hari di berita-berita televisi, di koran-koran dan bahkan juga di tontonan-tontonan (film, sinetron dlsb) – sikap permusuhan lah yang banyak dibangun di masyarakat. Sesama muslim diadu, antar politikus diadu,  suami istri diadu, anak ibu diadu – semua dijadikan tontonan sehari-hari yang konon laris dengan rating tinggi – makanya berbagai production house dan stasiun televisi terus berlomba memproduksi dan menayangkannya.

Bisa kita bayangkan apa jadinya generasi ini dan juga generasi yang akan datang, bila kita semua memasuki ‘Rumah Seribu Cermin’ di masyarakat dengan sikap permusuhan, marah dan sejenisnya – kita akan selalu melihat ribuan wajah diluar sana yang sedang memusuhi dan marah dengan kita. Mungkin inilah salah satu sebabnya, mengapa begitu mudah terjadi konflik-konflik horizontal di masyarakat – karena sehari-hari masyarakat memang  'diajari'  untuk membangun sikap permusuhan dan membangun amarah.

Lantas bagaimana merubahnya ?, bagaimana kita bisa menjadi anak kecil pertama di atas – yang memasuki  ‘Rumah Seribu Cermin’ masyarakat dengan wajah yang bersahabat, tersenyum dan ceria ?. Tidak ada cara lain keculai memulainya dari diri kita sendiri, ingatlah bahwa ribuan wajah diluar sana hanyalah cermin dari wajah kita sendiri. Kalau kita tersenyum dan ceria, mereka juga akan tersenyum ceria pada kita.

Memulai berbuat baik dari diri kita, walaupun orang lain (masih) berbuat jahat – ini memang tidak mudah. Tetapi justru karena tidak mudah inilah, Allah memuji perjuangan kita bila kita bisa sabar melakukannya. Setidaknya ada tiga rangkaian ayat yang menunjukkan bahwa Allah memuji orang-orang yang membalas kejahatan dengan kebaikan.

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS 41 : 34-35).
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),” (QS 13 : 22)

“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (Qs 28 ; 54)

Jadi, memang kita harus pandai-pandai bersabar untuk bisa mempunyai keberuntungan yang besar, mendapatkan tempat kesudahan yang baik dan mendapatkan pahala dua kali. Melalui sabar pula kita akan bisa memasuki ‘Rumah Seribu Cermin’ masyarakat dengan tersenyum ceria, dan ribuan senyum ceria pula akan kita temui pada wajah-wajah mereka….InsyaAllah! (geraidinar.com)