06.50
0

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah yang dialami SA (17), korban pemerkosaan yang diduga dilakukan GMT, guru olahraga di sekolahnya, di Maunori, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, NTT.

Peristiwa nahas yang menimpanya pada Sabtu (14/4/2012) silam, tak saja merenggut kehormatannya, melainkan juga memupuskan masa depannya. Sekolah tempat SA menimba ilmu, mengeluarkannya dari sekolah, dengan alasan tidak ingin nama sekolah ikut tercemar akibat peristiwa itu.

Guru di NTT Perkosa Murid


Korban didampingi petugas dari Bidang Perlindungan Anak BKBPP dan PA Kabupaten Nagekeo, Maria Anjelina A Sekke Wea dan Wea Maria serta Arel, pada Selasa (26/2/2013) secara resmi mengadukan kasus ini ke aparat Polsubsek Maunori.

Peristiwa pemerkosaan terjadi pada Sabtu (14/4/2012) sekitar pukul 23.00 WITA. Kala itu, korban pulang dari kegiatan latihan qasidah di masjid, untuk persiapan Musabaqah Tilawatil qur'an (MTQ) di Boawae pada 2012. Saat itu, korban bersama empat temannya diantar secara bertahap oleh GMT, menggunakan sepeda motor.

Tahap pertama, GMT mengatar dua siswanya, kemudian dua temannya lagi, dan terakhir korban.

"Ketika antar kedua kalinya, saya minta satu orang dulu, biar teman satu orang sama-sama saya. Tapi dia bilang, kamu terakhir sendiri saja, karena kamu agak gemuk. Saya ikut saja," ungkap SA.

Saat itu, lanjutnya, di masjid masih ada guru-guru yang lain. Setelah mengantar dua teman SA, GMT datang lagi menjemput korban. "Dalam perjalanan, dia bicara kata-kata tidak senonoh. Dia minta saya jadi pacarnya. Saya tidak mau, karena dia guru saya. Namun, dia terus merayu saya. Sampai di tempat sepi, dia tiba-tiba berhenti dan menarik paksa saya ke pantai. Dengan beringas, dia merenggut kehormatan saya," beber korban.

Dua minggu setelah kejadian itu, korban mengaku kaget dipanggil guru agama dan kepala sekolah, yang menanyakan tentang peristiwa itu. Padahal, ia maupun GMT, belum pernah memberitahu peristiwa itu kepada siapapun. Di depan guru agama dan kepala sekolah, SA dan GMT akhirnya mengakui kejadian tersebut.

SA mengaku, setelah diperiksa kepala sekolah dan guru agama, ia dan GMT disuruh menandatangani pernyataan. Dalam surat pernyataan, kata SA, GMT menyatakan secara tulus dan sungguh bertanggung jawab menikahi dirinya paling lambat pada 30 Juli 2012, tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun.

Pada poin ketiga dari surat pernyataan disebutkan, bila GMT mengingkari kesepakatan dalam surat pernyataan, tanggung jawab dan akibat hukum menjadi risikonya. Sejak saat itu, hubungan GMT dan SA dengan sekolah berakhir.

Dari sekolah, GMT bersama sang ayah akhirnya menemui orangtua korban, dan mengakui perbuatannya serta siap menikahi korban. Tanggal 14 Mei 2012 merupakan tanggal pernikahan GMT dengan SA. Rencana pernikahan juga sudah dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Maunori.

Namun, pada hari H, seorang perempuan dari Kabupaten Ende datang melaporkan GMT ke polisi, dan meminta KUA tidak boleh menggelar pernikahan antara GMT dan SA, karena hubungan antara dirinya dengan GMT belum selesai.

Pernikahan antara GMT dan SA akhirnya ditunda, sampai urusan GMT dengan perempuan lain dari Ende selesai. Setelah melalui pembicaraan panjang, perempuan asal Ende memilih didenda, dan mengikhlaskan GMT menikahi korban. Namun GMT kemudian menghilang.(Pos Kupang)