Keluarga MA (17), korban pelecehan seksual oleh seorang guru yang juga wakil kepala sekolah (Wakepsek), mengaku sempat diminta pihak sekolah untuk mencabut laporannya ke Polisi. Pihak sekolah berdalih kemanusiaan, mengingat istri pelaku tengah hamil.
Hal itu diungkapkan bibi korban, Y (40), yang mengaku pernah di panggil pihak sekolah sebanyak dua kali dengan tujuan meminta agar laporan polisi dicabut.
"Kepala sekolah meminta kami mencabut laporan kami, katanya kasian istri pelaku sedang hamil, "ujar Y saat ditemui di Jakarta, Kamis (28/2/2013).
Dia menambahkan, kepala sekolah juga meminta agar kasus ini diredam hingga ujian usai. Sang kepala sekolah bahkan sengaja mendatangi rumah MA dan meminta upaya damai.
"Permintaan itu saya tolak. Saya mau ini tetap di proses hukum terlebih sejumlah guru, kepala sekolah dan wali kelas keponakan saya juga ikut mengintimidasi supaya kasus ini tidak terungkap," tegasnya.
Bukan hanya intimidasi dari pihak sekolah, MA juga mendapat tindakan yang serupa oleh pihak Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Sudin Dikmenti) Jakarta Timur yang sudah mendapat laporan ini. Beberapa staf Sudin Dikmenti meminta korban untuk tidak melanjutkan kasus ini, karena disebutnya sebagai aib korban.
"Di Sudin Dikmenti, saya dibilang jangan buka aib ini kemana-mana. Bilangnya ini aib saya. Padahal ini bukan aib saya, saya ini korban," tutur MA.
Diberitakan sebelumnya, MA telah empat kali menjadi korban tindakan asusila pelaku yang merupakan Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) dalam rentang waktu Juli hingga Juli. Dengan ancaman tidak diberikan nilai dan ijazah, korban dipaksa melakukan oral seks.
Setelah kejadian terakhir yang membuatnya nyaris menjadi korban pemerkosaan, MA berusaha menjauh dari pelaku. Telefon dan pesan pelaku tak digubrisnya. Tak tahan dengan sikap pelaku, korban kemudian menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada seorang guru yang dikenalnya cukup akrab. (Okezone)