09.20
0
Hari Rabu yang lalu, 16 Januari 2012, situs  berita online Indonesia, tempo.co, menurunkan satu berita berjudul: Di Blitar, Sekolah Katolik Dipaksa Ajarkan Agama Islam. Sepintas lalu, sepertinya berita ini mengandung unsur ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Tidak lain karena ada unsur pemaksaaan melalaui kata "dipaksa" pada judul tersebut. Sehingga tentu saja berita ini, mengundang banyak komentar di bawahnya. Ada yang pro dan ada yang kontra.

Salah satu penyebab terjadinya perbedaan pendapat, sehngga memunculkan pro dan kontra, adalah adanya perbedaan pengetahuan dan pemahaman pada setiap orang. Ini wajar memang. Tetapi tidak ada salahnya jika kita mencoba berusaha mengurai benang kusut perbedaan itu.

Banyak orang menyangka dan berpikiran bahwa siswa yang bersekolah di sekolah berbasiskan agama tertentu wajib mempelajari agama itu, walaupun berbeda dengan agama yang dianut oleh sang siswa. Pengalaman memang menunjukkan demikian. Misalnya, Ahmad yang beragama Islam, ketika bersekolah di Sekolah Menengah Atas Katholik, maka biasanya ia tidak akan mendapatkan pelajaran agama Islam. Yang wajib dipelajarinya adalah agama Katholik. Padahal, sesungguhnya itu adalah sesuatu yang keliru.


maulid-smaking
Peringatan Maulid di SMAKING


Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mengamanatkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Ini dapat dilihat pada pasal 12 ayat 1. Dengan ketentuan ini, dapat memberikan bebera manfaat yaitu: pertama, untuk menjaga keutuhan dan kemurnian ajaran agama; kedua, dengan adanya guru agama yang seagama dan memenuhi syarat kelayakan mengajar akan dapat menjaga kerukunan hidup beragama bagi peserta didik yang berbeda agama tapi belajar pada satuan pendidikan yang sama; ketiga, pendidikan agama yang diajarkan oleh pendidik yang seagama menunjukan profesionalitas dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pendidikan agama.

Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pasal 3 menyebutkan bahwa: Setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama. dan pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama.

Dengan merujuk kepada undang-undang Sisdiknas di atas, kasus Ahmad (ini hanya contoh fitkif) yang tidak mendapatkan pelajaran agama Islam jelas suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang. Ini juga yang terjadi pada kasus Sekolah Katholik di Blitar. Kebijakan sekolah menolak untuk memberikan pelajaran agama Islam pada siswa yang muslim jelas merupakan pelanggaran undang-undang. Sehingga sangat wajar pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama, memberikan peringatan pada sekolah tersebut. Dan ketika peringatan tidak dihiraukan, maka pemerintah bisa mengambil tindakan yang tegas, semisal menutup sekolah katholik itu.

Dapat disimpulkan bahwa, sekolah dengan basis agama tertentu wajib memberikan pelajaran agama sesuai agama yang dianut oleh siswanya. Walaupun itu bukan agama basis dari sekolah bersangkutan. Dan apabila guru yang seagama dengan sang siswa tidak ada, bisa ditempuh berbagai cara untuk solusi yang tepat. Misalnya mendatangkan guru agama dari sekolah lain, atau siswanya yang ikut di sekolah lain yang berdekatan.

Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.