07.30
0

Adakah kiranya cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi? Anda mungkin ragu atau tak percaya. Tetapi itulah kata-kata yang diungkapkan berulangkali oleh mantan Presiden BJ Habibie, ketika menggambarkan cintanya pada Ainun, sang isteri.

Sejak Ainun meninggal pada 22 Mei 2010, Habibie benar-benar kesepian. Seperti dikatakannya pada Najwa Shihab di Metro TV, ia merasa separuh jiwanya telah pergi.

Ia berusaha mengobati rasa pedih perih itu, dengan rutin mengunjungi makam Ainun dan mendoakannya. Tetapi rupanya sedih itu tak kunjung reda. Ia jatuh sakit, menderita psikosomatik, badan sakit akibat tekanan jiwa.

Habibie & Ainun


Habibie akhirnya memilih menumpahkan perasaannya melalui tulisan, agar beban kejiwaannya dapat dilepaskan. Diiringi derai airmata, jari-jarinya mulai menulis kata demi kata, menuturkan kisah cintanya dengan Ainun, selama 48 tahun 10 hari, hingga maut menjemput sang kekasih dalam usia 73 tahun (1937-2010), setelah bertarung melawan kanker ovarium, dan melewati 12 kali operasi.

Kisah otobiografis itu diterbitkan dengan judul, Habibie & Ainun. Terbit pertama pada November 2010, dan dalam satu bulan, terjual habis 25 ribu eksemplar. Cetakan kedua, 50 ribu eksemplar, habis dalam 5 bulan.

Pada 31 Desember 2012, Tribun Yogya melaporkan, buku ini sudah laku 150 ribu eksemplar! Jelas ini suatu capaian yang luar biasa, yang mungkin di luar dugaan Habibie sendiri sebagai penulisnya.

Karena buku ini laris manis, muncullah gagasan untuk memfilmkannya, mengikuti jejak novel-novel laris seperti Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta, Negeri Lima Menara dan Perahu Kertas. Habibie terlibat dalam pembuatan film ini, dan berusaha sebisa mungkin menghadirkan semuanya sebagaimana aslinya. Karena itu, konon biaya pembuatan film ini besarnya hampir tiga kali lipat dari yang biasa.

Seperti sudah diduga, sejak tayang perdana, 20 Desember 2012 lalu, film Habibie & Ainun dibanjiri penonton, tua dan muda. Dalam sepekan pertama, jumlah penonton mencapai 1 juta orang. Dua minggu lalu, penontonnya sudah 3,5 juta orang.

Para pemerhati film menunggu, akankah film ini mengalahkan Laskar Pelangi, 2008 silam, yang berhasil menyedot 4,6 juta penonton?

Memang ada perbedaan antara versi buku dan film. Cerita dalam buku lebih rinci, sementara filmnya lebih menekankan sisi romantis, meskipun sisi sosial politik juga ditampilkan. Tetapi ada pula adegan di film yang tidak terdapat dalam buku, seperti adegan seorang jenderal yang membuntuti Habibie dan pengusaha yang berusaha menyuap Habibie dengan jam tangan Rolex, uang dan perempuan cantik.

Mengapa buku dan film Habibie & Ainun berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia? Mungkin karena tokoh yang ditampilkan adalah mantan presiden dan pakar teknologi terkemuka.  

Mungkin juga karena orang penasaran ingin menyaksikan dalam bentuk film setelah membaca bukunya. Tapi mungkin pula karena kondisi sosial budaya masyarakat saat ini sangat merindukan cinta sejati ala Habibie.

Sebagai seorang mantan pejabat tinggi di negeri ini, kisah cinta Habibie-Ainun bertolak belakang dengan perilaku sebagian pejabat kita yang suka melahap daun-daun muda, baik melalui pernikahan yang sah maupun zina.

Ketika masih berjuang, isteri berkorban habis-habisan mendukung suami. Setelah sukses, si suami malah kawin lagi. Perjuangan untuk isteri tua, dan sukses untuk isteri muda!

Habibie bukanlah tipe lelaki semacam itu. Ia adalah pria setia. Cintanya yang dalam pada Ainun, jelas bukan sekadar cinta pandangan pertama. Ia terbentuk melalui suka duka hidup yang panjang dan ketegaran menghadapi godaan.

Dalam perjalanan itu, keduanya saling mengisi. “Ayah itu sangat rasional sekaligus sangat emosional. Ibu kebalikannya. Beliau tenang dan disiplin,” kata sang anak, Ilham.

“Di manapun, dalam keadaan apapun, tetap tak terpisahkan. Seribu hari, seribu tahun, seribu juta tahun, sampai akhirat,” tulis Habibie untuk peringatan 1000 hari wafat Ainun, Jumat malam, 15-2-2013 lalu.

Ini terkesan berlebihan, tetapi cinta memang membuat orang berlebihan. Apalagi, puisi ini ditulis setelah Ainun tiada. Bukankah nilai kehadiran seseorang akan lebih terasa justru ketika ia telah tiada?

Di atas segalanya, bangunan cinta Habibie-Ainun dapat berdiri kokoh seperti itu adalah karena ditopang oleh iman dan pendekatan diri kepada Tuhan. Inilah fondasi cinta yang kini mulai terlupakan.

Disalin kembali dari Artikel berjudul Demam Cinta Habibie pada koran Banjarmasin Post Edisi Online.