12.11
0

Sebagai anggota organisasi PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), tentu berkewajiban menghidupkan organisasi, salah satunya dalam bentuk iuran anggota. Tetapi organisasi juga wajib melindungi dan mengembangkan kompetensi anggotanya. 

PGRI Wajib Mengusung Transparansi dan Akuntabilitas


Selama ini tidak terlihat upaya PGRI sebagai induk organisasi para guru melindungi dan mengembangkan kompetensi tersebut. Maka wajar bila anggotanya mempertanyakan penggunaan iuran setiap bulan yang mereka nilai kurang transparan.

Ketika ada guru mendapatkan masalah, seperti ditekan orangtua murid maka sebagai organisasi hendaknya melakukan pendampingan, terlepas nantinya siapa benar dan salah. Sama halnya profesi lain seperti dokter bernaung di IDI, wartawan ada PWI, hendaknya PGRI demikian.

Ada upaya pendampingan hukum, tetapi PGRI masih belum optimal. Memang kerap kali mengadakan seminar-seminar tetapi tidak semua seminar bisa optimal. Tak heran, para guru yang menjadi anggotanya pun komplain atas kinerja pengurus PGRI.

Ketua PGRI Kalsel mengklaim adanya tunjangan sertifikasi sebagai perjuangan PGRI, tetapi itu memang menjadi hak semua guru. Tunjangan sertifikasi menjadi tuntutan semua guru, tidak hanya anggota PGRI.

PGRI harusnya terus berupaya mengembangkan dan membina anggotanya walau sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi. Menjadikan profesi guru sebagai profesi yang benar-benar berkualitas maka perlu optimalisasi-optimalisasi kinerja sebuah organisasi profesi itu sendiri.

PGRI juga hendaknya mempunyai pengaruh politik dalam dunia pendiri dikan. Begitu ada kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang dirasa merugikan, maka PGRI hendaknya bisa menekan pemerintah melalui kebijakan politiknya.

Tentunya wajib mengusung transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengelolaan keuangan organisasi. Kalau perlu gunakan manajemen masjid, secara periodik diumumkan kepada anggota berapa iuran yang
didapat dan penggunaannya untuk apa saja. (BPost Cetak 4/3/2013)